AKU



Cari Blog Ini

Minggu, 19 Februari 2012


Flowchart: Punched Tape: IPENGERTIAN DAN KONSEP
SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

Antara sumber daya alam dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat. Beberapa jenis sumber daya alam mempunyai peranan yang sangat vital dalam menentukan kualitas lingkungan dan lingkungan hidup kita, bahkan menentukan kelangsungan hidup kita, misalnya sumber daya alam hayati tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, tanah, air, udara dan energi (Sastrawijaya, 2000). Berikut ini akan dibahas tentang pengertian sumber daya alam dan lingkungan.

A.   Sumber Daya Alam.
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang bersifat alamiah yang dapat berguna bagi kehidupan kita. Beberapa buku memberikan definisi sebagai berikut:
1.    Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan umat manusia.
2.    Sumber daya alam adalah sumbangan bumi berupa benda hidup dan mati (living and non-living endowments) yang bisa dieksploitasi manusia sebagai sumber makanan, bahan mentah dan energi.
3.    Sumber daya alam adalah berada di lingkungan atau bumi berfungsi sebagai stok kegiatan ekonomi memperoleh input.

Menurut Reksohadiprodjo, (2009), sumber daya alam adalah sesuatu yang berguna dan mempunyai nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya, sumber daya alam bisa meliputi semua yang terdapat di bumi baik yang hidup maupun mati, yang berguna bagi manusia, terbatas jumlahnya dan pengusahaannya memenuhi kriteria-kriteria teknologi, ekonomi, sosial dan lingkungan.
Sumber daya alam adalah juga suatu konsep yang dinamis, sehingga ada kemungkinan bahwa perubahan dalam informasi, teknologi dan relatif kelangkaannya dapat berakibat sesuatu yang semula dianggap tidak berguna menjadi berguna dan bernilai. Sehingga apa yang dianggap sebagai sumber daya akan tergantug pada kondisi yang diwariskan di masa lalu, teknologi sekarang dan masa mendatang, kondisi ekonomi dan juga selera.
Sumber daya alam juga mempunyai sifat jamak dan oleh karena itu mempunyai dimensi jumlah, kualitas, waktu dan tempat. Suatu daerah yang dieksploitasi seabad yang lalu, mungkin soal lingkungannya masih menjadi isu lokal dan tambang aluminium yang ditemukan masih dianggap sebagai keajaiban atau uranium yang dikandungnya belum diketahui. Contoh lain adalah udara di sekitar kita yang semula merupakan barang bebas, di beberapa belahan bumi mulai dirasakan kerusakan kualitasnya sehingga masyarakat terpaksa mengeluarkan biaya untuk memperoleh udara sehat, baik dengan cara mengurangi pencemaran udara dengan pemasangan penyaring pada sumber zat pencemar maupun terpaksa pergi ke luar daerah untuk menghirup udara segar.
Secara umum sumber daya alam dapat di klasifikasikan ke dalam lahan pertanian, hutan dan segala produknya, lahan-lahan alami untuk keindahan, rekreasi, atau untuk penelitian ilmiah, perikanan darat dan laut, sumber mineral baik bahan bakar maupun bukan bahan bakar, sumber energi non mineral seperti tenaga surya, angin, sistem pasang surut air laut dan panas bumi, sumber daya air, sumber daya tanah, dan lain-lainnya.
Sumber daya alam juga dapat dibedakan menjadi sumber daya alam yang dapat diperbaharui atau dapat diisi kembali atau tidak terhabiskan (renewable/renewable-perpetual resources/replenishable/nonexhaustible dan potentially renewable resources ), yaitu sumber daya alam yang bisa dihasilkan kembali baik secara alami maupun dengan bantuan manusia. Tenaga surya, angin, sistem pasang surut, hutan, perikanan dan hasil pertanian merupakan contoh dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui, sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui atau tidak bisa diisi kembali atau terhabiskan (non renewable or exhaustible resources nonrenewable/nonreplenishable/exhaustible), yaitu sumber daya alam yang habis sekali pakai, misalnya bijih mineral dan bahan bakar fosil, tembaga, aluminium, besi. Konsekuensi dari pembagian sumber daya alam yang “reunewable” dan “non renewable” adalah diperlukannya pendekatan dan model yang berbeda. Namun tujuan akhir dari pendekatan tersebut tetap sama yaitu bagaimana mengelola sumber daya alam secara optimal dan lestari.
Sumber daya alam untuk penggunaannya bisa digunakan untuk konsumsi langsung misalnya ikan segar, air, daerah rekreasi dan kayu bakar, sebagai masukan dalam proses antara misalnya bijih besi dan tembaga dalam proses peleburan, sebagai konsumsi dalam proses antara seperti penggunaan bahan bakar dalam pabrik-pabrik atau transportasi. Penggunaan sumber daya alam lainnya adalah dalam penggunaan wujud insitu seperti taman-taman dan taman safari/satwa liar (wilderness area).
Dalam hal pasok sumber daya alam dapat dibedakan istilah “stock” dan “flow”. Sumber daya alam yang tersedia dalam jumlah, kualitas, tempat dan waktu tertentu disebut “stock” sumber daya alam. Sedangkan “flow” merupakan komoditi sumber daya yang dihasilkan dari “stock”. “Stock”, menunjukkan apa yang diketahui tersedia untuk penggunaan sampai masa tertentu, sedangkan “flow” merupakan indikasi penggunaan saat ini. Jika “stock” akan berkurang jumlahnya sejumlah yang digunakan oleh manusia, maka “flow” akan selalu berubah jumlahnya tergantung penggunaan.
Pengetahuan kita tentang konsep “stock” sebenarnya akan sangat tergantung dari teknologi yang tersedia, tinjauan kelayakan ekonomis dan apakah secara kondisi sosial memang diinginkan. Bijih aluminium yang ikut terambil dalam penambangan bauksit bukanlah barang yang berguna sampai teknologi yang diperlukan untuk mengolahnya ditemukan. Pengambilan mineral di lautan yang dipandang layak secara teknologi, secara ekonomis tidak layak karena biaya terlalu besar. Atau eksploitasi mineral di perbatasan kota dan juga pembalakan kayu hutan bagi hutan wisata sering terhambat oleh hukum dan tekanan masyarakat.
Dalam perhitungan sumber daya alam penting untuk diperhatikan adalah interaksi dengan sistem lain. Penambangan batu bara mungkin menyebabkan air tanah terganggu alirannya atau air tanah tersebut menjadi kering. Asam dari belerang yang ikut terbawa hujan dan angin mungkin mengotori pasok air dan bisa membunuh tanaman dan ikan. Jadi kita harus lihat substansi sumber daya alam sebagai bagian dari sistem yang lebih besar.
Kita juga mengenal sumber daya alam yang disebut ‘common property resources” atau sumber daya alam yang dimiliki bersama. Karena sifatnya yang dimiliki bersama inilah maka prinsip siapa cepat dia dapat, menjadi pedoman dari pemakai sumber daya alam, oleh karena itu sumber daya alam akan cepat habis. Kalaupun sumber daya alam “reunewable” bisa dipastikan kehancurannya akan mudah pula (destructible) bisa dipastikan. Contoh paling menarik adalah penangkapan ikan. Kini bisa kita saksikan semakin tipisnya “stock” ikan binatang menyusui yang hidup di laut (khususnya ikan paus dan lumba-lumba). Karena ikan tidak ada yang memiliki, orang berlomba-lomba menangkapnya lebih dahulu sebelum didahului orang lain. Tidak perlu heran jika beberapa saat lagi anak cucu hanya mengenal dongeng tentang ikan paus atau hanya akan dapat menyaksikan kerangkanya di museum. “Common property resorces” memerlukan manajemen khusus untuk menghindarkannya dari kehancuran yang terus berlangsung.
Dalam Nota Keuangan dan RAPBN pemerintah Indonesia membagi jenis-jenis sumber daya alam dan energi secara sektoral menjadi: sektor pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan pengairan, sektor pertambangan meliputi minyak bumi, gas bumi, aspal, batubara, bauksit, emas, perak, mangan dan nikel, pasir besi, tembaga, timah, bahan galian dan nuklir. Sumber daya ini selanjutnya akan menjadi masukan bagi industri dan jasa. Industri-industri yang memerlukannya bisa digolongkan ke dalam industri logam dasar, kimia dasar, aneka industri dan industri kecil. Sedangkan untuk jasa meliputi listrik, air dan gas, bangunan, perdagangan besar dan eceran, perbankan dan lembaga keuangan lainnya, sewa, pemerintahan dan pertahanan serta jasa-jasa lainnya termasuk sektor informal.
Secara umum masih banyak persoalan yang kita hadapi berkenaan dengan sumber daya alam yang kita miliki. Mulai dari pemeliharaan sampai pemanfaatannya terus terang kita masih banyak ketinggalan. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang lebih baik dari berbagai pihak yang bersangkutan. Misalnya saja sampai saat ini masih banyak lahan kritis yang menanti uluran tangan, ancaman erosi, penggunaan air yang kurang efisien dan bagaimana meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam kita. Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat pada umumnya harus menyadari penting dan perlunya mengelola sumber daya alam dengan baik.


DSCI0038.JPG,Kupu2.jpg,lovebird25.jpg,03.jpg,D:\NINGSALIM\IMAGE&VIDEO\MIMI\DOWNLO\emas.jpg,D:\NINGSALIM\IMAGE&VIDEO\MIMI\DOWNLO\batubara-r1.jpg,D:\NINGSALIM\IMAGE&VIDEO\MIMI\CAMPURAN-IMAGE\ANGGREK\DENDRO-CU-1.jpg 










Gambar 1. Berbagai Macam Sumber Daya Alam.

B.   Lingkungan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Adapun pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup.
          Lingkungan terdiri atas lingkungan abiotik (tanah, air dan udara), lingkungan biotik (manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme) serta lingkungan kultur/culture (hasil kerja/buah tangan manusia), yang disebut dengan A, B, C.
Lingkungan diartikan sebagai kombinasi antara kondisi fisik dan kelembagaan. Kondisi fisik mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, udara, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun dalam lautan. Sedangkan bagian kelembagaan dari lingkungan adalah ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik itu. Hal ini meliputi pula apa yang dianggap orang sebagai sesuatu yang bernilai tinggi dalam penggunaan sumber daya alam seperti organisasinya, prosedurnya, serta peraturan penggunaan sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan sekaligus merupakan masalah teknik, masalah ekonomi dan masalah sosial (Suparmoko, 2008).
Lingkungan hidup ialah jumlah semua benda yang hidup dan tidak hidup serta kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati. Manusia disekitar kita adalah bagian lingkungan hidup kita masing-masing. Oleh karena itu kelakuan manusia dan dengan demikian kondisi sosial, merupakan pula unsur lingkungan hidup kita. Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan timbal balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan hidupnya dan ia tidak dapat terpisahkan dari padanya.
Eksistensinya terjadi sebagian karena sifat-sifat keturunannya dan sebagian lagi karena lingkungan hidupnya telah membentuk ia seperti dia adanya. Demikianlah pula lingkungan hidup terbentuk oleh adanya interaksi antara lingkungan hidup dengan manusia.
Antara manusia dengan lingkungan hidupnya terdapat hubungan yang dinamis. Perubahan dalam lingkungan hidup akan menyebabkan perubahan dalam kelakuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru. Perubahan dalam kelakuan manusia ini selanjutnya akan menyebabkan pula perubahan dalam lingkungan hidup. Dengan adanya hubungan dinamis sirkuler antara manusia dengan lingkungannya, dapat dikatakan: hanya dalam lingkungan hidup yang baik, manusia dapat berkembang secara maksimal, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang ke arah yang optimal. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan adalah sangat penting.

C.   KONSERVASI, DEPLESI DAN PERSEDAAN.
1.   Konservasi.
Pengertian konservasi, deplesi dan persediaan perlu ditegaskan karena akan mendasari analisis selanjutnya mengenai pengelolaan (manajemen) dan pengembangan sumber daya alam. Gifford Pinchot, menjelaskan, konservasi sebagai penggunaan sumber daya alam untuk kebaikan secara optimal, dalam jumlah yang terbanyak dan untuk jangka waktu yang paling lama. Selanjutnya Profesor Wantrup menyatakan bahwa konservasi sumber daya alam bukanlah memelihara persediaan secara permanen, tanpa pengurangan dan perusakan. Apabila konservasi diartikan demikian, tingkat penggunaan sama dengan nol, sedangkan konservasi itu sebenarnya tidaklah berarti tidak ada penggunaan sama sekali. Sering pula konservasi diartikan sebagai pengurangan atau peniadaan penggunaan karena lebih mengutamakan bentuk pengguna lain dalam hal sumber daya alam itu memiliki penggunaan yang bermacam-macam (multiple use resource).
Jadi dapat disimpulkan bahwa konservasi adalah suatu tindakan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam dengan cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang sumber daya alam tetap tersedia. Menurut Suparmoko, (2008), konservasi dapat juga diartikan menjaga kelestarian terhadap alam demi kelangsungan hidup manusia. Tindakan konservasi dapat berupa beberapa cara, antara lain:
a.    Melakukan perencanaan terhadap pengambilan sumber daya alam, yaitu mengambil secara terbatas, dan tindakan yang mengarah pada pengurasan perlu dicegah.
b.    Mengusahakan eksploitasi sumber daya alam secara efisien yakni dengan limbah sesedikit mungkin.
c.    Mengembangkan sumber daya alternatif atau mencari sumber daya pengganti sehingga sumber daya alam yang terbatas jumlahnya dapat disubstitusikan dengan sumber daya alam sejenis yang lain.
d.    Menggunakan unsur-unsur teknologi yang sesuai dalam mengeksploitasi  sumber daya alam agar dapat menghemat penggunaan sumber daya tersebut dan tidak merusak lingkungan.
e.    Mengurangi, membatasi dan mengatasi pencemaran lingkungan karena pencemaran akan mengakibatkan cadangan sumber daya alam semakin cepat habis karena kepunahan, seperti ikan, tanah, dan sebagainya.
Tindakan konservasi ini amat perlu, khususnya bagi sumber daya alam yang sifatnya tidak dapat pulih dengan sendirinya (non renewable). Tindakan konservasi bagi sumber daya alam yang dapat pulih (renewable resources) dapat dialkukan dengan lebih hati-hati, misalnya untuk konservasi hutan dapat dilakukan dengan berbagai sistem tebang pilih, reboisasi dan penghijauan.
2.   Deplesi.
Deplesi berasal dari kata “depletion”, yang berarti suatu cara pengambilan sumber daya alam secara besar-besaran, yang biasanya demi memenuhi kebutuhan akan bahan mentah. Dalam proses pembangunan yang mengejar tingkat pertumbuhan yang tinggi, pelaksanaan cenderung mengarah pada pengurasan isi alam sehingga terasa kurang adanya penghargaan terhadap  sumber daya alam yang ada untuk generasi yang akan datang. Deplesi dapat diartikan sebagai perubahan distribusi antar waktu dalam tingkat penggunaan ke masa sekarang, sedangkan untuk generasi yang akan datang, konservasi menunjukkan perubahan distribusi antar waktu dalam tingkat penggunaan ke masa yang akan datang. Bagi sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui deplesi berarti pengurasan sumber daya yang ada karena tidak ada penciptaan yang baru, sedangkan untuk sumber daya alam yang dapat pulih, walaupun  deplesi dapat diimbangi dengan usaha konservasi. Dampak deplesi sumber daya alam terhadap lingkungan hidup masih akan tetap membekas dan membutuhkan waktu lama untuk pemulihannya. Misalnya dengan adanya penebangan hutan secara besar-besaran, hal ini dapat menimbulkan adanya erosi, sedangkan usaha penghijauan atau reboisasi hanya dapat dilakukan dalam waktu yang lama untuk memulihkan kesuburan tanah kembali seperti semula. Sesungguhnya kepunahan sumber daya alam itu pada dasarnya dapat disebabkan oleh adanya dua kelompok masyarakat, yaitu:
a.    Kelompok kapitalis yang bekerja untuk memaksimalkan laba, sehingga mereka ini berusaha untuk mengambil sumber daya alam sebanyak mungkin dalam jangka waktu tertentu.
b.    Kelompok miskin yang terpaksa menguras sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang subsisten. Karena kemiskinannya, kelompok ini tidak memperhatikan kelestarian lingkungan yang sebenarnya  adalah tempat mereka menumpang hidup.
3.   Persediaan atau Cadangan.
Selanjutnya reserve (persediaan) atau stock (cadangan) sumber daya alam merupakan sumber daya alam yang sudah kita ketahui dan terbukti (identified and proven) serta bernilai ekonomis. Cadangan ini sudah kita ketahui terbukti baik dari segi jumlah atau besarnya deposit yang diukur dalam satuan-satuan, seperti ton, m3, barrel dan telah diketahui pula manfaatnya serta langka adanya (bernilai ekonomis). Jadi meskipun secara teoritis sumber daya alam itu telah ditemukan, tetapi karena belum dapat diidentifikasi secara geologis dan belum diketahui penggunannya serta masih berlimpah adanya, maka ini belum tergolong sebagai cadangan. Dengan kata lain sumber daya alam itu baru diketahui persediaan atau cadangan setelah menjadi kepentingan manusia. Cadangan sumber daya akan meningkat bila terjadi penemuan baru (discovery), peningkatan cadangan yang telah terbukti (extension) dan revisi (revision) cadangan sebagai akibat perkembangan informasi mengenai kondisi pasar dan teknologi baru.
4.    Indikator Kelangkaan Sumber Daya Alam.
Kelangkaan itu bisa terjadi karena terbatasnya ketersediaan sumber daya alam pada suatu tempat sehingga tidak memenuhi kebutuhan lokal atau wilayah tertentu. Kelangkaan itu juga terjadi manakala sumber daya alam tersebut hanya terkonsentrasi di suatu tempat tetapi dibutuhkan di tempat lain, karena proses distribusi yang normal tidak terjadi. Kelangkaan bisa juga terjadi karena digunakan secara terus menerus dari waktu ke waktu sehingga stok menjadi berkurang dan bahkan habis. Dari pemahaman seperti ini maka kelangkaan sumber daya bisa diklasifikasikan dalam dua tipe, yaitu tipe kelangkaan absolut (absolute scarcity) dan tipe kelangkaan relatif (relative scarcity). Keberadaan kedua tipe kelangkaan ini bisa mengakibatkan meningkatnya harga-harga bahan  mentah, barang-barang, dan jasa serta menimbulkan gangguan ekonomi (economic distruption) dan akhirnya harus mencari sumber daya substitusi untuk mengganti sumber daya yang langka tadi.
     Kelangkaan sumber daya absolut (absolute resource scarcity), didefinisikan sebagai fenomena kelangkaan sumber daya alam secara fisik. Sistem ekonomi sering tergantung pada satu sumber daya esensial yang memiliki batas tertentu dalam ketersediaannya secara fisik. Sumber daya jenis ini bisa habis. Ini bisa menentukan batas-batas fisik pada proses ekonomi baik produksi maupun konsumsi. Keadaan ini terjadi ketika tidak cukupnya suplai dari sumber daya alam yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang. Periode kelangkaan absolut ini mulai terjadi ketika permintaan (demand) akan suatu sumber daya melebihi penawaran (supply), yang akhirnya menguras habis sumber daya alam itu. Sedangkan kelangkaan sumber daya relatif (relative resource scarcity), berangkat dari asumsi ekonomi bahwa kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan langka. Kelangkaan sumber daya alam relatif juga terjadi ketika suatu sumber daya masih cukup tersedia untuk memenuhi kebutuhan tetapi distribusinya tidak merata-seimbang. Sebagai contoh pada tahun 1973-1979, dunia mempunyai ketersediaan minyak bumi untuk memenuhi permintaan dunia. Tetapi minyak bumi itu tidak diproduksi dengan cukup dan didistribusi untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan di Amerika Serikat, Jepang, dan banyak negara-negara Eropa. Selama periode tersebut, kelangkaan sumber daya relatif terjadi, karenanya harga minyak meningkat dari 3 ke 35 dollar Amerika per barrel (Miller, 1990).
     Konsep kelangkaan sumber daya ini adalah sangat bermanfaat sebagai dasar dalam menganalisa tingkat produksi dan konsumsi yang optimal sehingga memenuhi kebutuhan manusia kini dan masa datang. Tingkat alokasi sumber daya yang dinamis dalam konteks analisa ekonomi lingkungan berpijak dari konsep kelangkaan ini. Namun demikian, untuk menentukan apakah suatu sumber daya alam itu bisa dikategorikan langka atau tidak adalah tidak mudah. Menurut Tietenberg (1992), berpendapat bahwa satu indikator yang ideal untuk menilai kelangkaan sumber daya harus memiliki tiga ciri penting, yaitu:
a.    Mengacu ke masa depan (foresight). Indikator yang ideal harus mempunyai pandangan ke depan dengan pengertian bahwa harus mempertimbangkan pola permintaan masa depan, sumber-sumber alternatif bagi sumber daya, perubahan dalam biaya ektraksi, dan sebagainya.
b.    Comparabilitas-bisa diperbandingkan (comparability). Indikator yang ideal harus dimungkinkan adanya perbandingan langsung diantara sumber daya alternatif untuk mengidentifikasi mana yang merupakan masalah yang paling serius. Perbandingan ini tidak hanya untuk menilai tingkat kelangkaan tetapi juga sejauh mana seriusnya kelangkaan tersebut dan hal ini harus dipertimbangkan dalam penilaian kelangkaan sumber daya.
c.    Computabilitas-bisa dihitung (computability). Indikator yang ideal harus mempertimbangkan bahwa kelangkaan sumber daya harus bisa diperhitungkan dan dianalisa berdasarkan informasi yang tersedia atau informasi yang bisa diperoleh secara terbuka.
Selanjutnya disebutkan bahwa ada lima kriteria yang bisa dipakai untuk menentukan kelangkaan sumber daya, yaitu: indikator fisik, harga sumber daya, nilai kelangkaan marginal (scarcity rent), biaya ekstraksi marginal (marginal extraction cost), yang kesemuanya disebut indikator ekonomi serta biaya penemuan marjinal (marginal discovery cost).
1)   Indikator Fisik.
Indikator fisik adalah menyangkut ketersediaan sumber daya secara fisik. Jika secara fisik, ketersediaan sumber daya melimpah, maka sumber daya itu dikatakan belum langka. Sebaliknya, kalau ketersediaan fisiknya sedikit, maka sumber daya itu langka adanya.
2)   Harga Sumber Daya.
Harga sumber daya menggambarkan tingkat kelangkaan sumber daya karena harga ini berkaitan dengan meningkatnya permintaan,kemungkinan tersedianya stok dan sumber daya substitusi, dan perubahan biaya ekstraksinya. Disamping itu harga relatif juga dipengaruhi oleh elastisitas permintaan. Semakin sulit kita melakukan sesuatu tanpa sumber daya tersebut, maka harganya semakin tinggi. Oleh karena itu tingkat harga dan perubahan harga relatif memungkinkan kita untuk membuat perbandingan antara sumber daya yang bisa diperbaharui dengan yang tidak bisa diperbaharui sehingga menggambarkan seriusnya masalah kelangkaan itu.
3)   Nilai Kelangkaan Marginal.
Untuk efisiensi alokasi sumber daya yang dinamis, faktor kelangkaan (scarcity) harus ikut dipertimbangkan dalam analisa. Kelangkaan ini menandai adanya biaya kesempatan (opportunity cost) yang selanjutnya, yang selanjutnya disebut biaya penggunaan marginal yang tidak lain adalah nilai marjinal dari adanya faktor kelangkaan, yang disebut dengan Nilai Kelangkaan Marjinal (NKM-marginal scarcity rent). Jika sumber daya itu langka tetapi tidak memperhitungkannya dalam alokasi sumber daya maka eksploitasi sumber daya saat ini cenderung berlebihan sehingga mengurangi kesempatan penggunaanya di masa mendatang. Dengan memperhitungkan faktor kelangkaan, maka jumlah ekstraksi sumber daya akan berbeda dengan kalau tidak mempertimbangkan unsur kelangkaan. Jadi, dalam analisis alokasi sumber daya, pengusaha tidak hanya memperhatikan biaya ekstraksi tetapi juga biaya kelangkaan. Tanpa faktor kelangkaan harga sumber daya akan sama besarnya dengan biaya ekstraksi, tetapi dengan adanya unsur kelangkaan maka harga sumber daya harus sama dengan biaya ekstraksi ditambah dengan NKM. Ketika ini diperhitungkan, besarnya NKM serta jumlah alokasi sumber daya antar periode akan dipengaruhi oleh besarnya tingkat bunga yang diberlakukan dalam perhitungan. Semakin besar tngkat bunga (discount rate) maka semakin kecil sumber daya yang di ekstraksi berikutnya dan oleh karenanya jumlah rotasi pemanfaatannya menjadi semakin panjang. Dalam hal ini, tingkat bunga yang tinggi akan membatasi penggunaan sumber daya pada masa sekarang sehingga memberikan beban yang lebih ringan bagi masa depan. Keadaan ini bermanfaat untuk menyeimbangkan antara nilai relatif penggunaan sumber daya masa depan dan sekarang. NKM ini bisa juga dipandang sebagai pembayaran yang bertambah dari pemilik sumber daya ketika biaya pemakaiannya (user cost) adalah positif. NKM yang diperoleh pihak ekstraksi sumber daya ini merupakan selisih antara harga sumber daya yang diterima dengan biaya ekraksi marjinal. Indikator ini mempunyai pandangan ke depan karena jika tidak maka nilai ini tidak ada. Oleh karena itu, indikator ini bisa digunakan baik untuk kelangkaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, maupun yang bisa diperbaharui. Namun demikian secara praktis, data mengenai NKM tidaklah selalu tersedia dan atau sulit diperhitungkan.
4)   Biaya Ekstraksi Marginal.
Biaya ekstraksi marjinal-BEM (Marginal Extraction Cost), bisa dipakai untuk  mengetahui tingkat kelangkaan sumber daya dengan melihat bagaimana kecenderungan BEM ini. Dengan teknologi yang tersedia dimana tingkat ketersediaan sumber daya yang diekstraksi berkurang atau langka, maka biaya ekstraksi marjinalnya akan meningkat. Namun demikian, indikator BEM ini hanya memperhitungkan biaya ekstraksi sekarang (ketika sumber daya diekstraksi) dan tidak memberikan indikasi untuk masa mendatang. Oleh karena itu indikator ini tidak memenuhi ciri-ciri yang dikemukakan di atas.
5)   Biaya Penemuan Marjinal.
Indikator berdasarkan Biaya Penemuan Marjinal-BPnM (marginal discovery cost), ini bisa diselidiki dan dihitung dan biaya ini seharusnya sama dengan NKM. Biaya ini bisa dijadikan patokan untuk mengestimasi NKM jika informasi untuk NKM tidak tersedia. BPnM ini bisa juga menggambarkan bahwa semakin besar biaya penemuan per unit sumber daya, maka sumber daya itu semakin langka, begitu pula sebaliknya.

5.    Alternatif Mengatasi Kelangkaan Sumber Daya Alam.  
Meningkatnya kebutuhan manusia akibat pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu faktor penting kenapa usaha-usaha untuk mengatasi kelangkaan sumber daya menjadi sangat penting. Kemampuan dalam mengatasi kelangkaan ini merupakan salah satu upaya penting dan strategis menuju ke pembangunan berkelanjutan.
Kelangkaan sumber daya sesungguhnya bisa diatasi jika diupayakan dengan sungguh-sungguh. Paling tidak ada empat cara utama yang bisa diupayakan untuk mengatasi kelangkaan sumber daya, yaitu:
a.    Eksplorasi dan Penemuan.
Cara eksplorasi ini dilakukan untuk memperoleh sumber daya baru yang belum diketahui  dan atau digali sebelumnya. Penemuan baru tentang sumber daya baru memungkinkan ketersediaan sumber daya relatif tersebut meningkat. Namun demikian pada dasarnya terjadi pula proses berkurangnya stok atau deposit yang tersedia dialam. Metode untuk mengatasi kelangkaan sumber daya seperti ini tidaklah merupakan cara yang terbaik, karena hal ini hanyalah untuk mengatasi kelangkaan sumber daya pada jangka pendek, karena pada dasarnya proses menuju kelangkaan yang serius. Dengan kata lain dengan habisnya sumber-sumber penemuan itu maka berakhir pulalah sumber daya yang tersedia, terutama bagi sumber daya yang tidak bisa diperbaharui.
Bagi perusahaan yang memaksimalkan keuntungan mereka akan melakukan kegiatan eksplorasi kalau BPnM sama dengan NKM yang diterima dari satu unit sumber daya yang dijual, dengan catatan bahwa dalam kegiatan eksplorasi tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (no uncertainity) . NKM merupakan selisih antara harga yang diterima dengan biaya ekstraksi marjinal adalah keuntungan marjinal (marjinal benefit) yang diterima oleh perusahaan yang melakukan kegiatan eksplorasi. Jika produsen ini ingin memaksimukan tingkat kegiatan eksplorasinnya maka mereka harus melakukan kegiatan eksplorasi pada tingkat dimana keuntungan marjinalnya sama dengan biaya marjinal (marginal cost). Namun  demikian, langkah ini bukanlah upaya yang langgeng karena untuk sumber daya yang tidak bisa diperbaharui, jika sumber daya yang ada sudah dikuras habis atau biaya marjinal ekstraksinya lebih besar dari keuntungan marjinalnya maka usaha ini otomatis dihentikan.
b.    Kemajuan Teknologi.
Kemajuan teknologi (technological progress)  memungkinkan untuk bisa mengurangi biaya ekstraksi sumber daya dengan menemukan cara-cara baru yang lebih efisien dan menggunakan sumber daya. Dengan sendirinya tingkat dan jenis atau tipe teknologi yang dikembangkan harus disesuaikan dengan tingkat kelangkaan sumber daya dengan kemungkinan menekan biaya eksplorasinya. Meningkatnya biaya penemuan dan ekstraksi sumber daya menimbulkan kesempatan-kesempatan dan peluang keuntungan baru bagi pengembangan teknologi baru. Peluang terbesar adalah bagi teknologi-teknologi yang bisa menekan biaya penemuan dan ekstraksi terhadap sumber daya langka serta yang bisa mendayagunakan sumber daya yang melimpah.
Pada saat sumber daya tenaga kerja menjadi langka dan modal adalah banyak tersedia, teknologi baru cenderung menggunakan teknologi yang padat modal. Sebaliknya pada kondisi dimana tenaga kerja melimpah dan modal langka dimungkinkan menggunakan teknologi padat karya. Akhirnya, pilihan teknologi akan sangat ditentukan oleh tingkat kelangkaan sumber daya, ketersediaan modal, tenaga kerja, serta layak tidaknya kegiatan tersebut dari sudut pandang ekonomi, disamping faktor sosial ekonomi lainnya.
c.    Penggunaan Sumber Daya Substitusi.
Cara penting untuk mengatasi kelangkaan sumber daya yaitu dengan cara substitusi. Dalam hal ini, sumber daya yang berlimpah dimanfaatkan untuk substitusi sumber daya yang langka. Semakin mudah substitusi sumber daya yang bisa diperbaharui atau sumber daya yang tidak bisa diperbaharui yang melimpah maka semakin kecil dampaknya terhadap proses terjadinya kelangkaan atau berkurangnya ketersediaan sumber daya serta kenaikan biaya.
Dalam analisa ekonomi sumber daya tidak bisa diberbaharui (depletable resources), misalnya energi minyak, melalui proses ekstraksi dalam periode waktu tertentu, substitusi sumber daya akan dilakukan ketika harga sumber daya yang diekstraksi itu mencapai titik dimana tak seorang pun ingin membeli sumber daya (mineral) itu. Harga pada titik tersebut dikenal dengan harga patah (choke price) yang berarti bahwa permintaan akan barang tersebut terhenti pada titik tersebut. Oleh karena itu perencana akan mencari unit terakhir dari ekstraksi sumber daya pada harga tersebut. Pada harga ini pengguna barang atau sumber daya substitusi. Barang substitusi bisa merupakan sumber daya yang tidak bisa diperbaharui lainnya (oil shale) sebagai substitusi dari minyak mentah (oil crude) yang konvensional, atau bisa jadi beralih ke energi yang bisa diperbaharui misalnya energi matahari (solar energy). Jika barang atau sumber daya substitusi tersedia, masyarakat dan sistim ekonomi tidak akan hancur ketika minyak habis, mereka akan dialihkan kepada penggunaan barang substitusi.
Ketika tidak tersedia barang substitusi terhadap sumber daya yang tidak bisa diperbaharui, apa yang akan terjadi. Dalam situasi ini jumlah sumber daya yang tersedia menjadi semakin berkurang, lalu harga akan meningkat dengan sangat tajam. Kondisi ini bisa digambarkan dalam kurva permintaan non-linear (kurva isoelastik) yang tidak mempunyai nilai intercept yang positif. Dengan pendekatan ini, manusia tidak harus kawatir tentang kehabisan sumber daya, karena hal itu tidak akan pernah terjadi. Karena  jumlah sumber daya yang diekstraksi menjadi semakin sedikit maka harganya akan meningkat pada tingkat yang lebih tinggi, tetapi sumber daya tidak pernah akan habis dan harga akan meningkat sampai tidak terbatas. Kondisi ini terjadi dalam model matematika, tetapi tidak realistik. Pandangan konvensinal menyatakan bahwa kehabisan sebagian besar mineral dan energi diikuti oleh produksi barang substitusi. Produk substitusi bisa dipandang sebagai teknologi penyokong-TP (backstop technologi), yaitu suatu teknik untuk memproduksi energi pada harga konstan seperti energi peleburan logam (fusion power) yang menjadi layak untuk dilaksanakan pada saat harga minyak/energi konvensional mencapai tingkat tertentu. Produksi sumber daya substitusi oleh produsen teknologi penyokong (TP) dikatakan layak jika bisa menutup biaya nya.
Untuk memberikan ilustrasi bagaimana teknologi penyokong dalam memproduksi sumber daya substitusi bisa disimak pada Gambar 2, menggambarkan bahwa semua permintaan dibawah x rupiah dipenuhi oleh aliran dari teknologi penyokong. Bagi perencana yang mengontrol ke dua sumber suplai stok sumber daya yang tidak bisa diperbaharui yaitu stok sumber daya yang tidak bisa diperbaharui itu sendiri  dan TP. Program yang optimal akan dipertimbangkan x rupiah sebagai harga patah bagi energi konvensional, dan selanjutnya beralih ke TP.
Gambar 2. Teknologi penyokong menyediakan sumber daya substitusi.

d.    Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang.
Penerapan dua metode ini sedikitnya dapat mengatasi tingkat ekstraksi sumber daya dan bisa merupakan salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kelangkaan sumber daya dalam jangka panjang. Dua alternatif ini telah berkembang sebagai suatu cara tidak hanya untuk mengurangi tingkat kehilangan sumber daya (depletion)  dan konsumsi energi sekarang ini, tetapi juga mengurangi tingkat limbah atau residu yang kembali ke alam yang selanjutnya menjadi masalah lingkungan tersendiri.
Pemanfaatan kembali (reuse) adalah penggunaan kembali barang-barang yang tidak dipakai lagi oleh produsen atau konsumen tertentu, tetapi karena masih layak dan berfungsi, masih bisa dipergunakan lagi oleh produsen atau konsumen lainnya. Secara praktis penggunaan kembali ini tidak mempunyai kendala serius, karena selama sumber daya sisa itu masih bisa dipakai, maka permintaannya akan tetap ada. Daur ulang (recycling) dapat didefinisikan sebagai perubahan (conversion)  dan proses kembali dari bahan limbah atau residu (residual-waste-materials)  dari sektor produksi dan konsumsi dari suatu sistem ekonomi ke dalam barang-barang sekunder. Lalu produksi sekunder ini masuk ke proses produksi sebagai input dalam pabrik untuk barang perantara (intermediate goods) atau barang akhir (final goods). Definisi ini dengan jelas membedakan antara daur ulang (recycling) dan penggunaan atau pemanfaatan kembali (reuse) sumber daya yang tidak dibutuhkan oleh pihak lain yang membutuhkan.
Kajian ekonomi yang menarik untuk dilakukan dalam hal ini adalah keputusan untuk melakukan daur ulang sumber daya. Bahan yang memungkinkan untuk daur ulang ada dua jenis yaitu skrap baru yaitu bahan sisa yang tidak dipakai selama proses produksi tertentu. Kedua skrap lama yaitu barang sisa dari konsumen. Kalau perusahaan yang sama melakukan daur ulang terhadap skrap baru tidaklah terlalu masalah, karena biaya transportasinya tidak ada. Insentif lainnya adalah mereka memiliki barang sisa yang seragam sehingga bisa memikirkan jenis barang apa yang bisa diproduksi dengan efisien.
Tidak semua sumber daya bisa didaur ulang karena banyak anggapan bahwa proses ini akan menjadi lebih mahal dari pada memproduksi barang dari sumber daya baru karena biaya pengumpulan dan transportasi. Hal ini terjadi jika kegiatan daur ulang memperoleh input (bahan baku) dari skrap lama. Skrap lama umumnya melibatkan banyak faktor misalnya, biaya transportasi (karena tempatnya yang bisa terpencar-pencar), biaya pembuangan, serta kualitas dan keseragaman  bahan sisa tersebut, serta jumlah yang tersedia, serta kelancaran penyediaannya mengakibatkan biaya daur ulangnya menjadi sangat mahal. Oleh karena itu, dalam proses daur ulang ini sendiri, banyak faktor yang berpengaruh dalam menentukan efisiensi pelaksanaannya. Dengan demikian diperlukan perhitungan yang cermat untuk menentukan apakah jumlah sumber daya yang tersisa yang tersedia bisa menghasilkan proses produksi yang efisien ataukah tidak. Lebih jauh lagi adalah penting untuk mempertimbangkan tentang perbandingan antara penggunaan sumber daya baru dan sumber daya sisa tersebut.
Lalu kemudian persoalan tidak berhenti sampai disitu saja. Bagaimana sikap produsen dalam memproduksi barang, apakah lebih cenderung kepada barang yang tahan lama atau tidak. Banyak produsen lebih tertarik memproduksi barang yang tidak tahan lama atau barang habis. Apakah mekanisme pasar bisa menentukan tingkat ketahanan barang (lama) yang efisien? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini menarik untuk dikaji dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan investasi daur ulang.
Dalam mengkaji lebih jauh sisi ekonomi dari kegiatan daur ulang ini, ada dua faktor penting yang harus diperhatikan, yaitu: biaya ekstraksi (extraction cost) dan biaya pembuangan sisa (disposal cost). Ketika sumber daya yang dibutuhkan tersedia dalam jumlah yang besar, maka biaya ekstraksinya (pengumpulannya) menjadi lebih murah, kemudian dengan meningkatnya permintaan akan barang tersebut, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan menjadi lebih sulit sehingga biaya ekstraksinya menjadi lebih mahal, dan sampai pada suatu titik dimana biaya ekstraksi marjinalnya lebih besar dari keuntungan marginalnya. Pada titik ini, kalau usaha diteruskan maka akan menjadi tidak efisien.
Pada lain pihak, biaya pembuangan sampah (limbah) juga bisa meningkat. Pada saat jumlah penduduk sedikit dan daya beli dan permintaan barang sedikit biaya pembuangan ini bukanlah sesuatu yang sulit dan mahal. Dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, meningkatnya pendapatan dan daya beli masyarakat, serta semakin bervariasinya barang yang tersedia, maka pembuangan barang sisa menjadi problema tersendiri. Pembuangan barang sisa menjadi sulit dan pengelolannya menjadi sangat mahal. Meningkatnya biaya ekstraksi pada satu pihak dan meningkatnya pembuangan limbah pada pihak lain memberi peluang ekonomi dari daur ulang (recycling) ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KELUARGA AGUS SALIM

KELUARGA AGUS SALIM
SEMARANG, 3 SEPTEMBER 2011